Meski tak disepakati beberapa ulama lain, Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam Tuhfatul Maudud bi Akhamil Maulud menegaskan disunnahkan menggemakan adzan ditelinga bayi yg baru lahir berdasr hadits yg beliau anggap shahih. lalu bakdanya, yg terpastikan bagi setiap muslim adalah, dia akan dishalatkan kelak ketika wafat. "Maka sesungguhnya," demikian beberapa ahli hikmah memberi nasehat, "hidup dari lahir hingga mati, hanya sejarak antara adzan dan shalat."
Betapa singkatnya, betapa sempitnya.
Hingga sejarah hidup kebanyakan manusia hanya ditulis tiga baris; nama,lahir tahun sebegitu, dan wafat taun sekian. itu pun terukir di nisan berlumut, tak terbaca, dan dilupakan. padahal jasad terbaring dibawah gundukan itu, menghadapi setiap pertanyaan atas setiap detik yg pernah dilalui dalam hidupnya. Dunia melupakan tahun demi tahun hidupnya, dan akhirat menuntut tanggung jawab atas setiap hela nafasnya.
Alangkah memasygulkan.
Hari ini, dalam hidup yg disesaki pegal dan penat, linu dan nyeri, sebal dan gemas, kita perlu merenung. Kita terkenang Sayyidina 'Umar ibn Al-Khaththab dalam peerjalanan beliau ke Baitul Maqdis ketika melihat seorang rahib sedang khusyu' bersembahyang didepan patung 'Isa dan ibundanya. Kala itu, dengan air mata mengalir hingga membasahi jenggot lebatnya, 'Umar menggumam sebuah ayat, "Berkerja keras lagi kepayahan. Memasuki neraka yang panas." (Al-Ghaasyiah [88]: 3-4)
Tulang yg dibanting-banting, keringat yg diperas-peras, tubuh yg diauskan, serta umur yg dihabiskan dalam kerja dan doa selama hidup didunia yg singkat lalu berujung siksa abadi adalah hal yg jerih dan ngeri. Dan 'Umar menangisi sang rahib; syahwatnya yg dibunuh, perutnya yg dilaparkan, penampilan yg diburukkan dan hidupnya yg disusahkan demi keridhaan Tuhan dalam angan. 'Umar menangisi sang rahib; betapa yakinnya dia tanpa ilmu, betapa jahatnya syaithan penyesat.
Sungguh, tugas hidup kita adalah mengemudi hati menuju Allah, di jalan yg lurus. Tetapi hati kita adalah qalb. Ia punya makna taqallaba, bergoyah-gayih, berbolak-balik, berombang-ambing. Maka Agar tak kehingan arah, tak terperangkap dilabirin sesat, dan tak terpedaya oleh detak dan dentam sendiri; betapa ia perlu dimesrakan dengan Penciptanya.
"Sesungguhnya hati-hati ini berada diantara jari-jemari Allah Yang Maha Pengasih," demikian Nabi Shallallahu 'Allaihi wa Sallam bersabda sebagaimana Imam Muslim dan Ahmad meriwayakan, "Dia ulak-alikkan menurut apa yang dikehendaki-Nya."
Karenanya, kita mengulang-ngulang doa: "Tsabbit qalbii 'ala diinik, tetapkan hati kami diatas agama-Mu", di tiap shalat. Sebab, gamitan jemari-Nya agar hati tertuntun menuju keridhaan-Nya adalah hajat terbesar kita.
Kita yg sepanjang hayat belajar dan beramal, bekerja dan berleha, berpayah dan berehat, berbangga dan meratap, sungguh amat memerluhkan pemaknaan mendasar dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta. Tanpa itu, hidup akan menjadi siksa sebelum siksa. Maka mari belajar dari salah satu sosok paling mesra terhadap Rabbnya sepanjang tarikh manusia.
Ibrahim namanya, Khalilurrahman gelarnya.
"Ibrahim," demikian ditulis oleh Sayyid Quthb dalam Fi ZZhilalil Qur'an, "gidup dalam segala keadaan bersama Rabbnya. Ibrahim mencari-Nya dengan segenap keyakinan dan menghadapkan wajah pada-Nya dengan sepenuh cinta. Ibrahim menggambarkan hubungannya dengan Allah, seakan-akan dia melihat-Nya langsung. Ibrahim merasakan kenikmatan dan karunia Rabbnya dengan hati, persaan, dan segala anggota badan."
Maka, ketika Ibrahim berlepas diri dari kejahilan kaumnya, pensifatannya tentang Allah amat layak kita simak. Sungguh, di lapis-llapis keberkahan; bapak para nabi ini menyederhanakan hidup dan hubungan kita dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam beberapa kalimat penuh makna.
"Yaitu Rabb yang telah menciptaku, maka Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberiku makan dan memberiku minum. dan apabila aku sakit, maka Dialah yang menyembuhkanku. Dan yang akan mematikanku kemudian menghidupkanku kembali. Dan yang amat kuinginkan untuk mengampuni kesalahanku pada Hari Pembalasan." (Q.s Asy-Syu'araa' [26]: 78)
***
"Yaitu Rabb yang telah mencitaku, maka Dia memberiku petunjuk." (Q.s Asy-Syu'araa' [26]: 78)
"Yaitu bahwa Dia telah menjadikanku," tulis Sayyid Quthb dalam Zhilal, "dan menumbuhkan diriku dari sesuatu yang Dia mengetahuinya, tetapi aku tak berilmu tentangnya." Ilmu-Nya juga adalah setinggi-tinggi perwujudan.
bercerminlah sejenak, dan renungi helai-helai rambut kita; betapa lembut Penciptanya. Berkacalah sejenak, dan tafakuri garis-garis wajahkita; betapa indah Penciptanya. Bercerminlah sejenak, dan perhatikan susunan tubuh kita; betapa adil Penciptanya. Berkacalah sejenak, dan sorotlah sosok utuh kita; betapa sempurna Penciptanya.
"Sungguh benar-benar Kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. (Q.s At-Tiin [95]: 4)
Sebab ia ciptaan terbaik dalam lahir maupun batin, ruh maupun jasad, pikir maupun rasa; maka manusialah makhluq yg paling halus menimbang dan paling bagus dipandang. "Karena inilah manusia dinamai basyar," demikian menurut Imam Al-Mahalli dalam Tafsirul Jalalain, "sebab manis wajahnya dan berseri sinarnya."
Tetapi jika dipikir manusia tanpa bimbingan, keindahan rganya takkan mampu melampaui derajat hewan. "Calon ayam," demikian muballigh kondang K.H. Anzar Zahid berpesan, "yakni telur, lebih mudah dijual daripada calon manusia. Kotoran sapi, lebih laku dan berguna daripada kotoran manusia. Kambing jantan yg 'memperkosa ' kambing bertina peliharaan tetangga hingga bunting akan dianggap kebajikan. tetapi, anak lelaki yg menghamili gadis tetangganya pastilah kenestapaan."
Maka diantara seluhur-luhur anugerah Allah pada manusia citaan-Nya adalah menganugerahinya hidayah.
"Sebab, Dia lebih tahu," demikian lanjut Sayyd Quthb dalam Zhilal, "tentang hakikat dan bentuj rupaku, tugas-tugas dan perasaanku, juga keadaan dan tempat kembaliku; maka Dia pulalah yg memberi petunjuk kepadalu. Menunjukiku untuk menuju-Nya, menujukiku jalan yang aku harus meniti diatasnya, dan menunjukiku irama langkah yg harus aku ayunkan ke arah-Nya.
Di lapis-lapis keberkahan, tiap kali mensyukuru penciptaan kita yang jelita, sungguh penting memohon petunjuk-Nya agar tergamit menjadi makhluq mulia. seprti doa saat kita bercermin dan mengaca, "Allahamdulillaah. Allahumma kamaa hassanta khalqi fahassin khuluqi. Segala puji bagi Allah. Ya Allah, sebagaimana telah Kaubaguskan penciptaanku, maka baguskan pula akhlaqku."
***
~BERSAMBUNG~
~Karya: Ust Salim A Fillah
~Dikutip dari: Lapis-Lapis Keberkahan